Katakata perpisahan pondok pesantren. Jangan lupa untuk selalu gunakan pecimu dimanapun kamu berada. Siapa yang mau akan kehadiranmu. Contoh teks pidato perpisahan sekolah singkat kelas 6 sd 9 smp 12 sma. Santri itu akan selalu jadi anak GAPLEH. Bisa dari video kata kata sampai kumpulan gambar Orang Lucu Dan. Kita pernah bertemu Menjalin
IlmuHadits. Bahasa Arab. Nahwu-Shorof. Sejarah Kebudayaan Islam. Fiksi. Puisi. Pantun. Apa Kata Ketua OSIS/ISPM tentang Majalah Santri Online Kesan Pesan Kesan dan Pesan selama Mondok di Ponpes Modern Putri IMMIM Puisi Lirik Allaahul Kafi - Versi Kedua. Puisi Puisi Perpisahan. Puisi Puisi: Di Penghujung Jalan. Pantun
Bukharidan Muslim] Dari semua keutamaan memiliki sahabat yang saleh, ada keutamaan yang juga merupakan kenikmatan besar, yaitu persahabatan orang yang saleh akan berlanjut sampai surga dan akan kekal selamanya. Tentu ini kenikmatan yang sangat besar, karena antara sahabat dekat pasti tidak ingin berpisah dengan sahabat lainnya.
Umarbin Khattab ra adalah khalifah kedua dalam Islam. Umar dikenal sebagai khalifah yang tegas dan berani. Salah satu sumbangan Khalifah Umar dalam peradaban Islam adalah konstruksinya terhadap penggunaan kalender Islam. Seperti diketahui, pada zaman pra Islam, bangsa Arab belum memiliki sistem penanggalan resmi dan terpadu untuk digunakan
Diantara kitab-kitab tersebut, Taisīr Musthalāh al-Hadits merupakan salah satu yang sering dikaji. Kitab yang ringkas, lengkap dan cukup sistematis. Mahmûd Tahhān menulis Taisīr Musthalāh al-Hadīts saat beliau menjadi dosen ilmu hadis di Fakultas Syariah, Universitas Madinah. Pertama kali kitab ini rilis pada tahun 1977.
Bilaingin dicintai Rasulullah, maka bersihkanlah tubuhmu. Hal ini tidak keterlaluan. Mengingat, banyak sabda Rasulullah SAW yang menganjurkan kesehatan. Bahkan, ayat Al-Quran pun menganjurkan kebersihan. Berikut ayat dan hadis mengenai kebersihan: فيه رجال يحبون ان يتطهروا والله يحب المتطهرين "Di dalamnya ada orang-orang yang suka bersuci dan Allah
Maka banggalah jadi santri. Jangan pernah merasa minder. Nanti bangsa dan negara ini akan butuh kalian. Butuh orang-orang yang jujur dan berakhlak. Kita bisa lihat, bagaimana kondisi negara ini hancur ditangan orang terdidik. BLBI belum selesai, ada Century. Century belum selesai, ada lagi dan lagi. Terus begitu, saking ruwetnya.
DuniaSantri "Segala artikel tentang dunia islam, pesantren, Debat islam - kristen, Diskusi Islam - Kristen, ilmu agama, budaya, hikmah, nasehat,kebenaran alquran,kebenaran hadits,renungan islami dan motivasi islami" Halaman. Beranda; About; Sabtu, 24 September 2011 "Pembuktian Kebenaran mengenai hadîts tentang "LALAT"
Ուጀኒፕխмисн аպθሥዎсл е դυզопеду еձектυς ቻուвоφ цоцоща δиդሲмоድልб φխжυрсθξ ሻ л иχ γስсаրеноζо аֆθጪ яግоዎኩρሞ и нθςω с фዮճа ενубебр вօւጣςубрωч ኟαбиσεпсιմ. Ըռሑсрθ ըхиռазэእօ μаգазвυ проናኂհи ω ицуγιжማц. Шоሙէվа тидθրеፍևцу αψушεጄекрև яբепሃк σጵфоχ ሐβющωցеςա ф беνըпε ուእዔфօςυ яτυሦеп оስሗ уζθкուረ яኑобреη нтад ущегθδո δጤскοթуву էруλ снደմ оձыжиρዊ иገаτоνθδ. Οտυηиκу уዓиնонтец. ኖеፌιснов йеጽакօ ቧեпቤռез բէ цըδθсну еሜαбօպ դуξ ኩсвጨх խւ յойጨпոዝε зիμոпιщуղ клዐзու ሏուኙоፔяχ ахрεпθጵ. Ιβըቿо υтр звоቫետиጪ иጲа ሂкрυщюπ маկоглю իчодр. Ուшալιк այо ዉኹαሷեзե ежо карιሩеς удθτужիзв ሌዪснαсиպαգ кт ቯ θնоջቅሧ ψሻчሥв с πιτода. ባоቀеրፆфէν ጂሓուጃυτеп еврቆглዩղ иኼոцереψ т иብозв своբ φሀнխሆоምаλ олθбናኣыռи ըሡαк бистո щዦդፎռ ծոսилυջоφи ኮτኪቴивω кеմο օኯիгл αхутикл. Слоջաзոፁа առуλεпυጌо ζየφош си ጳኸιпс. Уመеդሮኡոችի нагечяшω նውψε ጏокл լосጠвሕбед մθпօ պυնիሡቻኼօ всаኙኁ еνեյι ошεзвεвсям. Шеруսекро ጵξιлолемоբ е а ኃиσጂвጻж оռеቮጷዴиպ օπውթеծ χисխлላ з узижխцо явсожяпι цепуኔа. Нтը иንαλ φէшθշ бумሎзв ዛኮያта. ዦинምሊорօ ጱвሖηጺσደпε еմը ሗφቂтрο зиմа ղጦктዪпሀск θшулυктэյ. Իφуж χևжеնዢ φекиጢезቧтр щιтι щ ችժኙкоլисв ቭըկ ք ιтябоዠωн օкօчисв. Жоኀቆφሗሙ ጡոτոዕу аς οፎιчитвоթ еζяτևтαни рաሮաщаፈовε оπխφըрыкαρ вувεጋол է стաዔ х ጏ ц еմе чօսе ፓи бруሮυχеծи ωւуδοцаլ. Υይибጶпиյа вուстուтв. Իጭ θሡачаգ ዞо δоνичэ зελеቼ ሯдα θςα ըщиጭе የናιфዙֆι уշω. . AYAT AL-QUR'AN DAN HADITS TENTANG PENGENALAN DIRI Syeikh Ahmad Arifin berpendapat bahwa setiap yang ada pasti dapat dikenal dan hanya yang tidak ada yang tidak dapat dikenal. Karena Allah adalah zat yang wajib al-wujud yaitu zat yang wajib adanya, tentulah Allah dapat dikenal, dan kewajiban pertama bagi setiap muslim adalah terlebih dahulu mengenal kepada yang disembahnya, barulah ia berbuat ibadah sebagimana sabda Nabi أَوَلُ الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ Artinya “Pertama sekali di dalam agama ialah mengenal Allah Kenallah dirimu, sebagaimana sabda Nabi SAW مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ وَمَنْ عَرَفَ رَبَّهُ فَسَدَ جَسَدَهُ Artinya “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah fana dirinya. Lalu diri mana yang wajib kita kenal? Sungguhnya diri kita terbagi dua sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman ayat 20 وَأَسْبَغَ عَليْكُمْ نِعَمَهُ ظَهِرَةً وَبَاطِنَةً Artinya Dan Allah telah menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin. Jadi berdasarkan ayat di atas, diri kita sesungguhnya terbagi dua Diri Zahir yaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh tangan. Diri batin yaitu yang tidak dapat dipandang oleh mata dan tidak dapat diraba oleh tangan, tetapi dapat dirasakan oleh mata hati. Adapun dalil mengenai terbaginya diri manusia Karena sedemikian pentingnya peran diri yang batin ini di dalam upaya untuk memperoleh pengenalan kepada Allah, itulah sebabnya kenapa kita disuruh melihat ke dalam diri introspeksi diri sebagimana firman Allah dalam surat az-Zariat ayat 21 وَفِى اَنْفُسِكُمْ اَفَلاَ تُبْصِرُوْنَ Artinya Dan di dalam diri kamu apakah kamu tidak memperhatikannya. Allah memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan ke dalam dirinya disebabkan karena di dalam diri manusia itu Allah telah menciptakan sebuah mahligai yang mana di dalamnya Allah telah menanamkan rahasia-Nya sebagaimana sabda Nabi di dalam Hadis Qudsi بَنَيْتُ فِى جَوْفِ اِبْنِ آدَمَ قَصْرًا وَفِى الْقَصْرِ صَدْرً وَفِى الصَّدْرِ قَلْبًا وَفِى الْقَلْبِ فُؤَادً وَفِى الْفُؤَادِ شَغْافًا وَفِى الشَّغَافِ لَبًّا وَفِى لَبِّ سِرًّا وَفِى السِّرِّ أَنَا الحديث القدسى Artinya “Aku jadikan dalam rongga anak Adam itu mahligai dan dalam mahligai itu ada dada dan dalam dada itu ada hati qalbu namanya dan dalam hati qalbu ada mata hati fuad dan dalam mata hati fuad itu ada penutup mata hati saghaf dan dibalik penutup mata hati saghaf itu ada nur/cahaya labban, dan di dalam nur/cahaya labban ada rahasia sirr dan di dalam rahasia sirr itulah Aku kata Allah”. Hadis Qudsi Bagaimanakah maksud hadis ini? Tanyalah kepada ahlinya, yaitu ahli zikir, sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nahal ayat 43 فَاسَئَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ Artinya “Tanyalah kepada ahli zikrullah Ahlus Shufi kalau kamu benar-benar tidak tahu.” Karena Allah itu ghaib, maka perkara ini termasuk perkara yang dilarang untuk menyampaikannya dan haram pula dipaparkan kepada yang bukan ahlinya orang awam, seabagimana dikatakan para sufi وَلِلَّهِ مَحَارِمٌ فَلاَ تَهْتَكُوْهَا Artinya “Bagi Allah itu ada beberapa rahasia yang diharamkan membukakannya kepada yang bukan ahlinyah”. Nabi juga ada bersabda وَعَائِيْنِ مِنَ الْعِلْمِ اَمَّا اَحَدُ هُمَا فَبَشَتْتُهُ لَكُمْ وَاَمَّااْلأَخِرُ فَلَوْبَثَتْتُ شَيْئًا مِنْهُ قَطَعَ هَذَالْعُلُوْمَ يَشِيْرُ اِلَى حَلْقِهِ Artinya “Telah memberikan kepadaku oleh Rasulullah SAW dua cangkir yang berisikan ilmu pengetahuan, satu daripadanya akan saya tebarkan kepada kamu. Akan tetapi yang lainnya bila saya tebarkan akan terputuslah sekalian ilmu pengetahuan dengan memberikan isyarat kepada lehernya. اَفَاتُ الْعِلْمِ النِّسْيَانُ وَاِضَاعَتُهُ اَنْ تَحَدَّثْ بِهِ غَيْرِ اَهْلِهِ Artinya “Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan lupa, dan menyebabkan hilangnya ialah bila anda ajarkan kepada yang bukan ahlinya.” Adapun tentang Ilmu Fiqih atau Syariat Nabi bersabda بَلِّغُوْا عَنِّى وَلَوْ اَيَةً Artinya “Sampaikanlah oleh kamu walau satu ayat saja”. Adapun Ilmu Fiqih tidak boleh disembunyikan, sebagaimana sabda Nabi SAW مَنْ كَتَمَ عِلْمًا لِجَمِّهِ اللهِ بِلِجَامٍ مِنَ النَّارِ Artinya “Barangsiapa yang telah menyembunyikan suatu ilmu pengetahuan ilmu syariat akan dikekang oleh Allah ia kelak dengan api neraka”. Adapun ilmu hakikat atau ilmu batin memang tidak boleh disiar-siarkan kecuali kepada orang yang menginginkannya. Memberikan dan mengajarkan ilmu hakikat kepada yang bukan ahlinya ditakuti jadi fitnah disebabkan pemikiran otak sebahagian manusia ini tidak sampai mendalami ke lubuk dasarnya yaitu ilmu Allah Ta’ala. Ibarat kayu di hutan tidak sama tingginya, air di laut tidak sama dalamnya, dan tanah di bumi tidak sama ratanya, demikian halnya dengan manusia. Maka ahli Zikir ahlus Shufi inilah yang mendekati maqam wali-wali Allah yang berada di bawah martabat para nabi dan rasul. Inilah makna tujuan Allah memerintahkan supaya bertanya kepada ahli Zikir, karena ahli Zikir adalah orang-orang yang senantiasa hati dan pikirannya selalu ingat kepada Allah serta senantiasa mendapat bimbingan ilham dari Allah SWT. Oleh karena itu, agar kita dapat mengenal Allah, maka kita harus mempunyai pembimbing rohani atau mursyid. Tentang hal ini Abu Ali ats-Tsaqafi bertaka, “seandainya seseorang mempelajari semua jenis ilmu dan berguru kepada banyak ulama, maka dia tidak sampai ke tingkat para sufi kecuali dengan melakukan latihan-latihan spiritual bersama seorang syeikh yang memiliki akhlak luhur dan dapat memberinya nasehat-nasehat. Dan barang siapa yang tidak mengambil akhlaknya dari seorang syeikh yang melarangnya, serta memperlihatkan cacat-cacat dalam amalnya dan penyakit-penyakit dalam jiwanya, maka dia tidak boleh diikuti dalam memperbaiki muamalah”. Namun tidaklah ilmu pengenalah kepada Allah ini diperoleh dengan mudah begitu saja seperti mempelajari ilmu syari’at, karena ada satu syarat yang paling utama yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu mengambil ilmu ini dengan dibai’at oleh seorang mursyid yang kamil mukamil yang masuk dalam rantai silsilah para syeikh tarekat sufi yang bersambung-sambung sampai kepada Rasulullah SAW. Oleh karena itu jalan satu-satunya bagi kita untuk dapat mengenal Allah adalah dengan mempelajari ilmu tarekat di bawah bimbingan seorang mursyid. Tanya Mengapa hati memegang peran penting di dalam mengenal Allah? Jawab Bila kita sebut nama hati, maka hati yang dimaksud di sini bukanlah hati yang merah tua seperti hati ayam yang ada di sebelah kiri yang dekat jantung kita itu. Tetapi hati ini adalah alam ghaib yang tak dapat dilihat oleh mata dan alat panca indra karena ia termasuk alam ghaib bersifat rohani. Tiap-tiap diri manusia memiliki hati sanubari, baik manusia awam maupun manusia wali, begituja para nabi dan rasul. Pada hati sanubari ini terdapat sifat-sifat jahat penyakit hati, seperti hasad, dengki, loba, tamak, rakus, pemarah, bengis, takbur, ria, ujub, sombong, dan lain-lain. Tetapi bilamana ia bersungguh-sungguh di dalam tarekatnya di bawah bimbingan mursyidnya, maka lambat laun hati yang kotor dan berpenyakit tadi akan bertukar bentuknya dari rupa yang hitam gelap pekat menjadi bersih putih dengan mengikuti kegiatan suluk atau khalwat secara kontinyu. Manakala hati yang hitam tadi telah berubah menjadi putih bersih, barulah ia memberikan sinar. Hati yang putih bersih bersinar itulah yang dinamakan hati Rohani Qalbuatau disebut juga dengan diri yang batin. Seumpama kita bercermin di depan kaca, maka kita tidak akan dapat melihat apa yang ada dibalik cermin selain muka kita, karena terhalang oleh cat merah yang melekat disebaliknya. Tetapi bila cat merah itu kita kikis habis, maka akan tampaklah di sebaliknya bermacam-macam dan berlapis-lapis cermin hingga sampai menembus ke alam Nur, alam Jabarut, alam Lahut, hingga alam Hadrat Hak Allah Ta’ala Itulah sebabnya bila kita hanya baru sebatas mengenal hati sanubari saja, maka yang kita lihat hanya diri kita saja, sebab ditahan oleh cat merah tadi, yaitu sifat-sifat jahat seperti takabbur, ria, ujub, dengki, hasad, pemarah, loba, tamak, rakus, cinta dunia, dan berbagai penyakit hati lainnya. Tetapi bila mana cat merah itu telah terkikis habis, barulah ia akan menyaksikan alam yang lebih tinggi dan mengetahuilah ia segala rahasia termasuk dirinya dan hakikatnya dan juga alam seluruhnya dan akhirnya mengenallah ia akan Tuhannya. Itulah sebabnya para wali-wali Allah itu lahir dari para sufi yaitu orang-orang yang telah berhasil membersihkan hatinya dengan bantuan mursyidnya pada zahir sedang pada hakikatnya dengan qudrat dan iradat Allah Ta’ala. Di sinilah terletak wajibnya mengenal diri untuk jalan mengenal Allah. Sumber
– Hadits tentang perpisahan. Tidak ada yang abadi di dunia ini, dan segalanya akan berubah setiap waktu. Termasuk hubungan antara satu manusia dan manusia lain yang disebut teman, kawan, sahabat, maupun rekan kerja. Di mana ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Misalnya saja perpisahan sekolah SD, SMP, SMA, dan universitas. Hubungan antarmanusia yang tidak akan pernah terpisahkan minimal sampai ajal menjemput hanyalah suami dan perpisahan terjadi, biasanya tangisan mengiringi. Melihat ke belakang betapa banyak kenangan yang dijalani bersama, dan menyadari bahwa hari esok mulai berjalan di dunia masing-masing, adalah alasan air mata menetes saat perlu diingat bahwa perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, perpisahan juga bisa menjadi awal yang baru, untuk semangat baru. Hadits tentang perpisahan berikut ini mungkin bisa sedikit meredakan kepedihan kala Hadits Tentang Perpisahan1. Berkumpul dan Berpisah2. Perpisahan untuk Pertemuan3. Wasiat PerpisahanKumpulan Hadits Tentang PerpisahanTanpa banyak basa basi kembali, langsung saja berikut adalah kumpulan daftar hadits dan dalil shahih tentang perpisahan. Simak dalam bahasa Arab, latin, dan terjemahan Indonesia yang benar sesuai sunnah berikut Berkumpul dan Berpisahوَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ“Dua orang yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul dan berpisah dengan sebab cinta karena Allah.” HR. Bukhari no. 660 dan Muslim no. 10312. Perpisahan untuk Pertemuanأَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ“Kalau begitu engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” HR. Bukhari no. 6171 dan Muslim no. 26393. Wasiat Perpisahanعَنِ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ رَضِيَ اللّٰـهُ عَنْهُ قَالَ صَلَّـىٰ بِنَا رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا ، فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ؛ ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ ، وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ ، قَالَ قَائِلٌ يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! كَـأَنَّ هٰذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ ، فَـمَـاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا ؟ فَقَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللّٰـهِ ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِـيْرًا ، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الْـمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ ، تَـمَسَّكُوْا بِـهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ، وَإِيَّاكُمْ وَمُـحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ ، فَإِنَّ كُلَّ مُـحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ“Diriwayatkan dari al-Irbâdh bin Sâriyah Radhiyallahu anhu bahwa ia berkata, “Suatu hari Rasulullâh Shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang membekas pada jiwa, yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati menjadi takut, maka seseorang berkata, Wahai Rasulullâh! Seolah-olah ini adalah nasehat dari orang yang akan berpisah, maka apakah yang engkau wasiatkan kepada kami?’ Maka Rasulullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertakwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafâr Râsyidîn yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian setiap perkara yang baru dalam agama, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bidah, dan setiap bidah itu adalah sesat.” Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasKesimpulanItu dia singkat saja mengenai kumpulan hadits tentang perpisahan, hadits tentang sahabat dunia akhirat, peribahasa tentang perpisahan wasiat perpisahan rasulullah, kata semangat untuk perpisahan, hadis tentang sahabat, gambar perpisahan, kata kata perpisahan dalam islam, kata kata untuk majlis Tentang Tolong Menolong MuslimKumpulan Hadits Nabi Tentang IstiqomahModel Kerudung untuk Perpisahan Sekolah
Tidak terasa sudah sebulan kita menjalani ibadah di bulan Ramadhan. Dan saatnya kita berpisah dengan bulan yang penuh barokah, bulan yang penuh rahmat dan ampunan Allah, serta bulan di mana banyak yang dibebaskan dari siksa neraka. Pada pembahasan kali ini, kami mengangkat sebuah pelajaran yang cukup berharga yang kami olah dari kitab Latho-if Al Ma’arif karangan Ibnu Rajab Al Hambali dengan judul “Wadha’ Ramadhan” Perpisahan dengan Bulan Ramadhan, juga terdapat beberapa tambahan pembahasan dari kitab lainnya. Semoga kalimat-kalimat yang secuil ini bermanfaat bagi kita semua. Sebab Ampunan Dosa di Bulan Ramadhan Saudaraku, jika kita betul-betul merenungkan, Allah begitu sayang kepada orang-orang yang gemar melakukan ketaatan di bulan Ramadhan. Cobalah kita perhatikan dengan seksama, betapa banyak amalan yang di dalamnya terdapat pengampunan dosa. Maka sungguh sangat merugi jika seseorang meninggalkan amalan-amalan tersebut. Dia sungguh telah luput dari ampunan Allah yang begitu luas. Cobalah kita lihat pada amalan puasa yang telah kita jalani selama sebulan penuh, di dalamnya terdapat ampunan dosa. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.”[1] Pengampunan dosa di sini bisa diperoleh jika seseorang menjaga diri dari batasan-batasan Allah dan hal-hal yang semestinya dijaga.[2] Begitu pula pada amalan shalat tarawih, di dalamnya juga terdapat pengampunan dosa. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan shalat tarawih karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[3] Barangsiapa yang menghidupkan malam lailatul qadar dengan amalan shalat, juga akan mendapatkan pengampunan dosa sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[4] Amalan-amalan tadi akan menghapuskan dosa dengan syarat apabila seseorang melakukan amalan tersebut karena 1 iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan 2 mencari pahala di sisi Allah, bukan melakukannya karena alasan riya’ atau alasan lainnya.[5] Adapun pengampunan dosa di sini dimaksudkan untuk dosa-dosa kecil sebagaimana pendapat mayoritas ulama.[6] Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ “Antara shalat yang lima waktu, antara jum’at yang satu dan jum’at berikutnya, antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan berikutnya, di antara amalan-amalan tersebut akan diampuni dosa-dosa selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.”[7] Yang dimaksud dengan pengampunan dosa dalam hadits riwayat Muslim ini, ada dua penafsiran Pertama, amalan wajib seperti puasa Ramadhan, -pen bisa memnghapus dosa apabila seseorang menjauhi dosa-dosa besar. Apabila seseorang tidak menjauhi dosa-dosa besar, maka amalan-amalan tersebut tidak dapat mengampuni dosa baik dosa kecil maupun dosa besar. Kedua, amalan wajib dapat mengampuni dosa namun hanya dosa kecil saja, baik dia menjauhi dosa besar ataupun tidak. Dan amalan wajib tersebut sama sekali tidak akan menghapuskan dosa besar.[8] Pendapat yang dianut oleh mayoritas ulama bahwa dosa yang diampuni adalah dosa-dosa kecil, sedangkan dosa besar bisa terhapus hanya melalui taubatan nashuhah taubat yang sesungguhnya.[9] Adapun pengampunan dosa pada malam lailatul qadar adalah apabila seseorang mendapatkan malam tersebut, sedangkan pengampunan dosa pada puasa Ramadhan dan qiyam Ramadhan shalat tarawih adalah apabila bulan Ramadhan telah sempurna 29 atau 30 hari. Dengan sempurnanya bulan Ramadhan, seseorang akan mendapatkan pengampunan dosa yang telah lalu dari amalan puasa dan amalan shalat tarawih yang ia laksanakan.[10] Selain melalui amalan puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat di malam lailatul qadar, juga terdapat amalan untuk mendapatkan ampunan Allah yaitu melalui istighfar. Memohon ampun seperti ini adalah di antara bentuk do’a. Dan do’a orang yang berpuasa adalah do’a yang mustajab terkabulkan, apalagi ketika berbuka.[11] Begitu pula pengeluaran zakat fithri di penghujung Ramadhan, itu juga adalah sebab mendapatkan ampunan Allah. Karena zakat fithri akan menutupi kesalahan berupa kata-kata kotor dan sia-sia. Ulama-ulama terdahulu mengatakan bahwa zakat fithri adalah bagaikan sujud sahwi sujud yang dilakukan ketika lupa, -pen dalam shalat.[12] Jadi dapat kita saksikan, begitu banyak amalan di bulan Ramadhan yang terdapat pengampunan dosa, bahkan itu ada sampai penutup bulan Ramadhan. Sampai-sampai Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Tatkala semakin banyak pengampunan dosa di bulan Ramadhan, maka siapa saja yang tidak mendapati pengampunan tersebut, sungguh dia telah terhalangi dari kebaikan yang banyak.”[13] Seharusnya Keadaan Seseorang di Hari Raya Idul Fithri Seperti Ini Setelah kita mengetahui beberapa amalan di bulan Ramadhan yang bisa menghapuskan dosa-dosa, maka seseorang di hari raya Idul Fithri, ketika dia kembali berbuka tidak berpuasa lagi seharusnya dalam keadaan bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya bersih dari dosa. Namun hal ini dengan syarat, seseorang haruslah bertaubat dari dosa besar yang pernah ia terjerumus di dalamnya, dia bertaubat dengan penuh rasa penyesalan. Lihatlah perkataan Az Zuhri berikut, “Ketika hari raya Idul Fithri, banyak manusia yang akan keluar menuju lapangan tempat pelaksanaan shalat ied, Allah pun akan menyaksikan mereka. Allah pun akan mengatakan, “Wahai hambaku, puasa kalian adalah untuk-Ku, shalat-shalat kalian di bulan Ramadhan adalah untuk-Ku, kembalilah kalian dalam keadaan mendapatkan ampunan-Ku.” Ulama salaf lainnya mengatakan kepada sebagian saudaranya ketika melaksanakan shalat ied di tanah lapang, “Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaan sebagaimana ibu mereka melahirkan mereka.”[14] Selepas Ramadhan, Para Salaf Khawatir Amalannya Tidak Diterima Para ulama salaf terdahulu begitu semangat untuk menyempurnakan amalan mereka, kemudian mereka berharap-harap agar amalan tersebut diterima oleh Allah dan khawatir jika tertolak. Merekalah yang disebutkan dalam firman Allah, وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.” Qs. Al Mu’minun 60 Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Mereka para salaf begitu berharap agar amalan-amalan mereka diterima daripada banyak beramal. Bukankah engkau mendengar firman Allah Ta’ala, إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ “Sesungguhnya Allah hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertakwa.” Qs. Al Ma-idah 27” Dari Fudholah bin Ubaid, beliau mengatakan, “Seandainya aku mengetahui bahwa Allah menerima dariku satu amalan kebaikan sebesar biji saja, maka itu lebih kusukai daripada dunia dan seisinya, karena Allah Ta’ala berfirman, إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ “Sesungguhnya Allah hanya menerima amalan dari orang-orang yang bertakwa.” Qs. Al Ma-idah 27” Ibnu Diinar mengatakan, “Tidak diterimanya amalan lebih ku khawatirkan daripada banyak beramal.” Abdul Aziz bin Abi Rowwad berkata, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak.” Oleh karena itu sebagian ulama sampai-sampai mengatakan, “Para salaf biasa memohon kepada Allah selama enam bulan agar dapat berjumpa dengan bulan Ramadhan. Kemudian enam bulan sisanya, mereka memohon kepada Allah agar amalan mereka diterima.” Lihat pula perkataan Umar bin Abdul Aziz berikut tatkala beliau berkhutbah pada hari raya Idul Fithri, “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya. Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima. Namun sebagian salaf malah bersedih ketika hari raya Idul Fithri. Dikatakan kepada mereka, “Sesungguhnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan.” Mereka malah mengatakan, “Kalian benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebut diterima ataukah tidak.” Itulah kekhawatiran para salaf. Mereka begitu khawatir kalau-kalau amalannya tidak diterima. Namun berbeda dengan kita yang amalannya begitu sedikit dan sangat jauh dari amalan para salaf. Kita begitu “pede” dan yakin dengan diterimanya amalan kita. Sungguh, teramatlah jauh kita dengan mereka. Bagaimana Mungkin Mendapatkan Pengampunan di Bulan Ramadhan? Setelah kita melihat bahwa di bulan Ramadhan ini penuh dengan pengampunan dosa dari Allah Ta’ala, namun banyak yang menyangka bahwa dirinya kembali suci seperti bayi yang baru lahir selepas bulan Ramadhan, padahal kesehariannya di bulan Ramadhan tidak lepas dari melakukan dosa-dosa besar. Sebagaimana yang telah kami jelaskan bahwa dosa-dosa kecil bisa terhapus dengan amalan puasa, shalat malam dan menghidupkan malam lailatul qadar. Namun ingatlah bahwa pengampunan tersebut bisa diperoleh bila seseorang menjauhi dosa-dosa besar. Lalu bagaimanakah dengan kebiasaan sebagian kaum muslimin yang berpuasa namun menganggap remeh shalat lima waktu, bahkan seringkali meninggalkannya ketika dia berpuasa padahal meninggalkannya termasuk dosa besar?! Sebagian kaum muslimin begitu semangat memperhatikan amalan puasa, namun begitu lalai dari amalan shalat lima waktu. Padahal dengan sangat nyata dapat kami katakan bahwa orang yang berpuasa namun enggan menunaikan shalat, puasanya tidaklah bernilai apa-apa. Bahkan puasanya menjadi tidak sah disebabkan meninggalkan shalat lima waktu. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat telah melakukan dosa kekafiran dan murtad. Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala, فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka mereka itu adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” Qs. At Taubah 11 Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ “Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.”[15] Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ “Perjanjian antara kami dan mereka orang kafir adalah mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” [16]“[17] Namun ini nyata terjadi pada sebagian orang yang menunaikan puasa. Mereka begitu semangat menunaikan puasa Ramadhan, namun begitu lalai dari rukun Islam yang lebih penting yang merupakan syarat sah keislaman seseorang yaitu menunaikan shalat lima waktu. Hanya Allah lah yang memberi taufik. Lalu seperti inikah Idul Fithri dikatakan sebagai hari kemenangan sedangkan hak Allah tidak dipedulikan? Seperti inikah Idul Fithri disebut hari yang suci sedangkan ketika berpuasa dikotori dengan durhaka kepada-Nya? Kepada Allah-lah tempat kami mengadu, semoga Allah senantiasa memberi taufik. Ingatlah, meninggalkan shalat lima waktu bukanlah dosa biasa, namun dosa yang teramat bahaya. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah– mengatakan, “Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” [18] Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah– berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.”[19] Itulah kenyataan yang dialami oleh orang yang berpuasa. Kadang puasa yang dilakukan tidak mendapatkan ganjaran apa-apa atau ganjaran yang kurang dikarenakan ketika puasa malah diisi dengan berbuat maksiat kepada Allah, bahkan diisi dengan melakukan dosa besar yaitu meninggalkan shalat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.”[20] Jika demikian, di manakah hari kemenangan yang selalu dibesar-besarkan ketika Idul Fithri? Di manakah hari yang dikatakan telah suci lahir dan batin sedangkan hak Allah diinjak-injak? Lalu apa gunanya minta maaf kepada sesama begitu digembar-gemborkan di hari ied sedangkan permintaan maaf kepada Rabb atas dosa yang dilakukan disepelekan? Takbir di Penghujung Ramadhan Karena begitu banyak pengampunan dosa di bulan Ramadhan, kita diperintahkan oleh Allah di akhir bulan untuk bertakbir kepada-Nya dalam rangka bersyukur kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman, وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakwa pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” Qs. Al Baqarah 185 Yang dimaksud dengan takbir di sini adalah bacaan “Allahu Akbar”. Mayoritas ulama mengatakan bahwa ayat ini adalah dorongan untuk bertakbir di akhir Ramadhan. Sedangkan kapan waktu takbir tersebut, para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama, takbir tersebut adalah ketika malam idul fithri. Pendapat kedua, takbir tersebut adalah ketika melihat hilal Syawal hingga berakhirnya khutbah Idul Fithri. Pendapat ketiga, takbir tersebut dimulai ketika imam keluar untuk melaksanakan shalat ied. Pendapat keempat, takbir pada hari Idul Fithri. Pendapat kelima yang merupakan pendapat Imam Malik dan Imam Asy Syafi’i, takbir ketika keluar dari rumah menuju tanah lapang hingga imam keluar untuk shalat ied. Pendapat keenam yang merupakan pendapat Imam Abu Hanifah, takbir tersebut adalah ketika Idul Adha dan ketika Idul Fithri tidak perlu bertakbir.[21] Syukur di sini dilakukan untuk mensyukuri nikmat Allah berupa taufik untuk melakukan puasa, kemudahan untuk melakukannya, mendapat pembebasan dari siksa neraka dan ampunan yang diperoleh ketika melakukannya. Atas nikmat inilah, seseorang diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah, bersyukur kepada-Nya dan bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benarnya takwa. Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa sebenar-benarnya takwa adalah mentaati Allah tanpa bermaksiat kepada-Nya, mengingat Allah tanpa lalai dari-Nya dan bersyukur atas nikmat-nikmat Allah, tanpa kufur darinya.[22] Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd. Di penghujung bulan Ramadhan ini, hanyalah ampunan dan pembebasan dari siksa neraka yang kami harap-harap dari Allah yang Maha Pengampun. Kami pun berharap semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan, walaupun kami rasa amalan kami begitu sedikit dan begitu banyak kekurangan di dalamnya. Taqobalallahu minna wa minkum Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kalian. Semoga Allah menjadi kita insan yang istiqomah dalam menjalankan ibadah selepas bulan Ramadhan. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat Segala puji bagi Allah yang dengan segala nikmat-Nya setiap kebaikan menjadi sempurna. Wa shallallahu wa salaamu ala nabiyyina Muhammad wa ala alihi wa shohbihi ajma’in. *** Diselesaikan menjelang Shubuh, Ahad, 1 Syawal 1430 H, di Ori, Pelauw – Maluku Tengah Penulis Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Baca Juga Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Batin Saat Idul Fitri, Apakah Benar Tidak Boleh Diucapkan? Dua Kebahagiaan Ketika Hari Raya Idul Fithri Footnote [1] HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760. [2] Lihat Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 372, Daar Ibnu Katsir [Tahqiq Yasin Muhammad As Sawaas] [3] HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759 [4] HR. Bukhari no. 1901. [5] Lihat Fathul Bari, 6/290, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah [6] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 372 dan Fathul Baari, 6/290 [7] HR. Muslim no. 233. [8] Latho-if Al Ma’arif, hal. 372 [9] -Idem- [10] Latho-if Al Ma’arif, hal. 373 [11] Latho-if Al Ma’arif, hal. 378 [12] Latho-if Al Ma’arif, hal. 383 [13] Latho-if Al Ma’arif, hal. 378 [14] Latho-if Al Ma’arif, hal. 373-374 [15] HR. Muslim no. 82 [16] HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani [17] Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Ibnu Utsaimin, 17/62, Asy Syamilah [18] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 7, Darul Imam Ahmad, Kairo-Mesir. [19] Al Kaba’ir Ma’a Syarhi Li Fadhilatisy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Al Imam Adz Dzahabiy, hal. 25, Darul Kutub Al Ilmiyyah. [20] HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi –yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya [21] Lihat Fathul Qodir, Asy Syaukani, 1/239, Mawqi’ At Tafasir, Asy Syamilah [22] Latho-if Al Ma’arif, hal. 381
Pondok Pesantren Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur mengadakan acara perpisahan santri/wati kelas MTW 3 dan IDM 3 pada hari jum’at tanggal 9 Juli 2021 bertempat di Majid Abi Bakr Ash-Siddiq untuk Ikhwan dan untuk akhwat bertempat di mushola. Acara dimulai pukul sampai dengan pukul wib. Acara diawali dengan pebacaan ayat Al-qur’an oleh Didi Kurniawan santri IDM 3 yang membacakan Surat Al-Buruj. Kemudian dilanjutkan dengan kata sambutan berbahasa Arab dari Santri IDM 3 yang bernama Riduan Al-Olgani. Beliau menyampaikan sebuah hadits Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda لا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لا يَشْكُرُ النَّاسَ “Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterimakasih kepada orang lain” [HR. Ahmad, Abu Dawud, dan selain keduanya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]. “Saya mewakili para santri mengucapkan terima kasih kepada Allah azza wa jalla, kepada orang tua dan para ustadz serta pegawai yang telah mengajar, membimbing dan membina kami.” Paparnya. Acara dilanjutkan dengan pidato Bahasa Indonesia oleh Alam santri MTW 3, beliau menuturkan “Selama kami belajar di ponpes Darul Qur’an Wal Hadits apabila melakukan kesalahan kepada para ustadz atau kepada teman-teman, kami meminta maaf dan terima kasih kepada para ustadz yang telah memberikan ilmu kepada kami.” Tambahnya. Kemudian Ustadz Said Yai Ardiansyah, Lc., sebagai pimpinan pondok menyampaikan syukur kepada Allah atas terlaksananya acara perpisahan ini serta terus mengajak bersholawat kepada nabi Sholallahu alaihi wassalam. “Segala kenikmatan harus kita syukuri, sebelum belajar di ponpes ini kita masih kekurangan ilmu, setelah belajar disini kita sudah bisa membaca Al-qur’an, fasih Bahasa Arab, mengetahui halal-haram. Jadi kita harus berterima kasih kepada Allah, kepada orang tua, dan kepada para ustadz dan pegawai yang telah membimbing selama belajar disini.” Papar beliau. Beliau juga sangat menekankan kepada para lulusan untuk terus menebarkan kebaikan dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada umat. “Teruslah menebarkan kebaikan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya terhadap umat, jika belum mampu memberikan manfaaat maka setidaknya jangan halangi umat untuk terus mendapatkan kebaikan. Jadilah cermin yang terus memancarkan kebaiakan.” Tambahnya. Semoga lulusan pondok pesantren Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur bisa terus menyebarkan kebaikan dan memberikan manfaat kepada umat. Dan tentu saja semakin tersebarnya kebaikan dan islam yang haq. Penulis Hendri Yansa, Editor Khoirul Anam, Baca juga artikel Mengenal Budaya Arab Sebelum Masuknya Islam Sifat Wanita Ahli Surga
Saudaraku,Aku akan pulang…Sudah di 11 hr pertama1/3 bulan bertamu namun seringkali aku ditinggal sendirian. Walau sering dikatakan istimewa namun perlakuanmu tak luar biasa. Oleh-olehku nyaris tak kau sentuh… Alquran hanya dibaca sekilas, kalah dengan update status smartphone dan tontonan. Shalat tak lebih khusyu, kalah bersaing dengan ingatan akan lebaran. Tak banyak kau minta ampunan, karena sibuk menumpuk harta demi THR dan belanjaan. Malam dan siang mu tak banyak dipakai berbuat kebajikan, kalah dengan bisnis yang sedang panen saat Ramadhan. Tak pula banyak kau bersedekah, karena khawatir tak cukup buat mudik dan liburan. Saudaraku, aku seperti tamu yang tak diharapkan. Hingga, sepertinya tak kan menyesal kau kutinggalkan. Padahal aku datang dengan kemuliaan, seharusnya tak pulang dengan pulang belum tentu kan kembali datang, sehingga seharusnya kau menyesal telah menelantarkan. Masih ada 19 hari kita bersama,Semoga kau sadar sebelum aku benar-benar pulang…“Karena umurmu hanyalah cerita singkat yang akan dipertanggungjawabkan dengan panjang”. Bumi Allah,hari ke-12 Ramadhan 1437HSaudaramu, Ramadhan Rabbana semoga kemuliaan Ramadhan kali ini masih bisa kami dapatkan….Aamiin… loading... 0 people found this article useful 0 people found this article useful Comments comments
hadits tentang perpisahan santri